The Other Side of North Semarang

Foto : Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang

Perjalanan kami dari stasiun Haurgeulis tempat kami sampai menuju ke kota Semarang menghabiskan 5 jam perjalanan naik kereta api Ciremai Ekspres.

Teman saya, Syarif asal Bogor akan mengadakan hari bahagianya di tanggal 13 November 2016 bertempat di kota Semarang Utara. Saya sebagai temannya tidak ingin melewatkan hari bahagianya. Cieelah.

Saya tiba di Semarang Sabtu sore bersama Adul dan 2 mermaid (Siti dan Arin) yang sudah menghibur kami dalam perjalanan menuju semarang.
Foto: Dua mermaids dan Pawangnya menuju kostan

Tiba di stasiun Tawang kami berempat keluar stasiun dan hendak ke Lawang Sewu. Tapi apa daya kami lebih memilih kota lama terlebih dahulu yang terdekat dari stasiun Tawang. Hanya berjarak 300m ke arah selatan.

Karena teman kami khawatir kepada kami, mungkin takut belum makan. So kami ditelpon teman kami Bung Tira. Sebetulnya kami ingin berlama-lama di kota lama cuma kami sudah ditunggu di depan stasiun Tawang oleh rekan kami. Sebelum dijemput kami sudah melihat dan berjalan-jalan sedikit dari kota lama ini.

Kota lama ini hampir mirip dengan kota tua di Jakarta. Seperti tempat-tempat peninggalan zaman dahulu kala. Zaman klonialisme Hindia Belanda tempo dulu.

Kota lama ini sedang dalam perbaikan bila kami mengamati. Tapi hanya perbaikan jalannya saja kalau gedung-gedungnya sudah bagus.
Foto: Empang di seberang St. Tawang

Sebelum ke kota lama, kami mendapati kolam/empang di seberang stasiun Tawang. Banyak orang yang memancing di kolam ini. Bila ada pancingan saya pun ingin memancing disana.

**

Beberapa menit kemudian kami sudah dijemput di depan stasiun Tawang. Kami berempat naik taksi biru mobil avanza yang dibuat jadi taksi. Kota semarang banyak taksi jenis avanza.
Taksi Avanza

Kami melewati Tanjung Emas, pelabuhan utama kota Semarang. Banyak kontainer-kontainer ataupun mobil gandengan di sana yang hendak ke pelabuhan.

Tiba di tempat hajatan, ternyata dekat dengan laut. Cuaca sangat panas mungkin jarang ada pohon di sini, bisa jadi. Kami tiba di rumah mempelai kami disambut dengan ramah dan kami langsung disuruh makan. Kami tidak bisa menolak. Perut memang tidak terlalu lapar tapi hidangan makanannya yang terlihat enak untuk dimakan.

Ada ikan bandeng goreng dan bandeng presto. Di sini harga ikan murah, bila warga sini membeli ya pasti murah tapi bila yang membeli dari luar kampung ini pasti dimahalin kata salah seorang narasumber (ibu kost).

Selesai makan kami tidak berlama-lama di tempat karena para tamu jauh silih berganti berdatangan. Hendaknya kami yang sudah beberapa menit di tepat harus beranjak dan mengalah kepada tamu yang baru datang.

Kami beranjak ke sebuah rumah kostan di sana. Rumah mempelai tidak bisa menampung para tamu jauh jadi kami disediakan rumah kontrakan sementara di gang Randu. Tepat di depan rumah mempelai tetapi masuk sekitar 100 meter.

Kami berjalan-jalan menuju arah laut. Samping kanan dan kiri banyak ibu-ibu menawarkan hasil laut berupa ikan laut entah apa namanya dan yang saya tahu hanya udang, kepiting, lobster dan ikan bawal laut. Kami tidak tertarik dengan dagangan ikan, kami hanya ingin melanjutkan perjalanan menuju laut saja.

Tiba di pinggir laut, tidak ada pasir putih yang kami lihat ada beko pengeruk tanah, ada kapal sedang memaku bumi dan beberapa kapal tongkang. Daerah apa ini, ini seperti daerah yang akan dibuat tanah baru dan bangunan baru di laut.
Foto: penampakan di pinggir laut 

Cuma kami melihat kampung ini seperti melihat kampung yang tidak bebas banjir. Banyak rumah yang meninggikan rumahnya ataupun pondasinya demi terhindar dari banjir atau air pasang.

Kostan yang kami tempati pun sudah ditinggikan rumahnya. Berbeda nasibnya dengan rumah di sebelah. Rumah yang sudah tergenang oleh air laut. Masyarakat di sini sudah dihimbau untuk pindah tapi warga di sini masih keukeuh betah di sini. Apa mungkin bila pindah mungkin mata pencahariannya akan pindah pula.

**

Sore hari kami bertemu dengan teman dari Bogor serta rombongan dari keluarga dan teman mempelai pria. Mengangkut keluarga dengan 5 mobil avanza.

Sore itu kami jalan-jalan ke Simpang Lima, tempat Mall Ciputra Semarang berdiri dan gedung-gedung perkantoraan lainnya. Kami menikmati malam di simpang lima dengan diiringi hujan yang sedikt mengganggu jalan-jalan kami.

Di simpang lima ini banyak sepeda atau kendaraan macam di alun-alun kidul Jogja. Nyala lampu berwarna warni pada sepeda atau sepeda mobil.

Kami berteduh di kedai seberang bunderan simpang lima. Kami minum air sekoteng, jahe yang menghangatkan tubuh. Sambil menikmati malam hujan yang belum reda. Kami menikmati dengan ngobrol-ngobrol ringan saja.

Foto: sekoteng+susu anget tenan

Jam sudah menunjukan pkl 22.30 wib kami cabut dari tempat nongkrong untuk kembali ke kostan. Saat tiba di kostan kami tidak mendapati turun hujan di sini. Syukurlah bila hujan pula di sini pasti jalanan di sini akan banjir.

Saat tiba di kostan kami tidak bisa tidur. Kami tidak punya tempat untuk tidur karena semua ruangan sudah terisi penuh oleh keluarga dari keluarga mempelai pria dari Bogor.

Kami bingung mau tidur di mana. Sang calon pengantin pria pun tertidur pulas di selasar depan. Saya dan teman teman tidak kalah cerdik, saya mencari selasar tetangga yang kosong. Saya terlelap di selasar berdua dengan Bung Tira setelah saya tertidur entah ada siapa bertambah menjadi 4 orang di selasar yang kami tiduri.
Foto : Sang Calon manten pun tidur di selasar
Subuh sudah tiba, saya langsung buang air lebih dulu. Kamar mandi hanya ada 2 saja kemungkinan pasti akan antri. Saya mandi duluan jam 4 shubuh. Kemudian saya tidur kembali.

Pagi kami mengobrol. Kostan sudah sepi tinggal kami dan teman-teman. Kami menuju rumah hajatan untuk makan pagi.

**

Jam 7 pagi kepala KUA setempat datang dan menuju musholla terdekat. Sang pengantin pria dan perempuan berikrar di hadapan, tidak ada keraguan dari sang mempelai pria saat ijab kabul. Mantap tidak terlihat nerveos.

Ijab kabul selesai sang pengantin langsung ke tempat pelaminan yang sudah tersedia di depan rumahnya. Kami menikmati makanan saat acara sambutan dari kedua belah pihak.

Setelah acara sambutan selesai kami beranjak ke kostan meninggalkan sang pengantin. Jam 11 kami dibagunkan untuk melihat acara pecah telor. Kami bangun cuci muka dan cabut dari kostan.
Foto: Jombloer berkurang satu

Saat melihat pengantin pria memakai bedak tebal. Si Arin tertawa nikmat melihat sang pengantin pria yang memang berkulit tidak putih tetapi dibedaki sampai putih, saya berusaha tidak tertawa keras tapi apa daya teman-teman kami semua tidak bisa menyembunyikan tawa akibat kelucuan make up sang pengantin pria, salah satunya si Arin yang tidak segan tertawa di depan huahaahaa.

Kami makan-makan di tempat dan foto-foto dengan pager ayu yang cantik-cantik. Siang harinya kami mendapati tamu undangan, alumni dari Semarang. Salah satunya ada yang membawa adiknya yang baru lulus dari sekolah kami.

"Kak gak bareng dengan yang dari Singapur ke undangannya?" kata perempuan, "maaf ini dengan siapa?" tanya saya. "Aku adik kelasnya dia" jawab perempuan tadi. "Ouh, kamu kenal dia ya" tanya saya sambil tertawa nyengir saja, tanpa ada jawaban haha. Hanya hujan turun saat itu yang memang sedang hujan menjadi saksi bisu kegugupan saya.

Hujan lumayan lebat sehingga jalanan banjir menggenang sampai mata kaki. Setelah beberapa jam kemudian hujan reda dan air di jalan di sedot mesin agat tidak menggenang. Sedih bila kami melihat rumah yang di dekat kostan kami, belum hujan saja sudah banjir ke dalam apalagi ada hujan semakin menggenang saja.

Pukul 15.00 wib sore kami pamit kepada keluarga perempuan dan teman kami yang sudah sah menjadi suami. Mungkin ini terakhir kami disini. Saya ucapkan selamat menempuh hidup baru. Selamat kamu sudah melepas status jomblo yang lumayan panjang lamanya hihi.

Pengalaman naik kereta Ciremai Ekspres ke Semarang

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "The Other Side of North Semarang"

Posting Komentar